Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI KUALA KAPUAS
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
3/Pid.Pra/2021/PN Klk GUNAWAN SAMSI BIN SAMSI ALM JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA CQ. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI KALIMANTAN TENGAH CQ. KEPALA KEJAKSAAN NEGERI KUALA KAPUAS CQ. KEPALA CABANG KEJAKSAAN NEGERI KUALA KAPUAS DI PALINGKAU Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 27 Des. 2021
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 3/Pid.Pra/2021/PN Klk
Tanggal Surat Senin, 27 Des. 2021
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1GUNAWAN SAMSI BIN SAMSI ALM
Termohon
NoNama
1JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA CQ. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI KALIMANTAN TENGAH CQ. KEPALA KEJAKSAAN NEGERI KUALA KAPUAS CQ. KEPALA CABANG KEJAKSAAN NEGERI KUALA KAPUAS DI PALINGKAU
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Dengan hormat,
Kami yang bertanda tangan berikut ini: Advokat ISMAIL, S.H., Advokat GIDEON SILAEN, S.H., dan Advokat GURUH EKA SAPUTRA, S.H., M.H., kesemuanya adalah Advokat pada Kantor Advokat/ Penasihat Hukum “ISMAIL, S.H., & REKAN” berkantor di Jln. Keruing, Gang Mahoni, No. 113, Kelurahan Selat Dalam, Kecamatan Selat, Kabupaten Kapuas, Prov. Kalimantan Tengah; Organisasi Advokat: PERADI (Perhimpunan Advokat Indonesia); Nomor Tlp: 0853 5022 1922, Warga Negara: Indonesia. Dalam hal ini baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 17 Desember 2021, oleh karenanya selaku Kuasa Hukum dari: GUNAWAN SAMSI Bin (Alm) SAMSI, No. KTP: 6203072805780002, Tempat dan tanggal lahir: Dadahup, 28 Mei 1978, Usia: 43 tahun, Alamat: Desa Dadahup, RT. 01, Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas, Prov. Kalimantan Tengah, Jenis kelamin: Laki-laki, Agama: Islam, Pendidikan terakhir: SMA, Pekerjaan: Kepala Desa Dadahup sejak Oktober 2017 s/d sekarang, Warga Negara: Indonesia. Selanjutnya mohon disebut sebagai: “PEMOHON PRAPERADILAN”.

Perkenankanlah dengan ini mengajukan Permohonan Praperadilan pada Pengadilan Negeri Kuala Kapuas, terhadap: JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA Cq. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI KALIMANTAN TENGAH Cq. KEPALA KEJAKSAAN NEGERI KUALA KAPUAS Cq. KEPALA CABANG KEJAKSAAN NEGERI KUALA KAPUAS DI PALINGKAU, berkedudukan hukum di Jln. Palingkau Baru, Kapuas Murung, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, selaku: “TERMOHON PRAPERADILAN”.

Adapun permohonan praperadilan ini diajukan dengan dasar dan alasan sebagai berikut:
1.    Sah atau tidaknya penetapan Tersangka atas diri Pemohon dalam dugaan Tindak Pidana Korupsi Pungutan Desa Dalam Pembuatan Surat Pernyataan Tanah (SPT) di Pemerintah Desa Dadahup Kecamatan Dadahup Kabupaten Kapuas Sejak Tahun 2018 s/d Tahun 2021, sebagaimana dalam Surat Penetapan Tersangka Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Kapuas di Palingkau Nomor: B-769/ O.2.12.8/ Fd.I/ 12/ 2021 tanggal 02 Desember 2021 Jo. Surat Perintah Penyidikan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Kapuas di Palingkau Nomor: PRINT-01/ O.2.12.8/ Fd.I/ 11/ 2021 Tanggal 08 November 2021 dan Nomor: PRINT-01.a/ O.2.12.8./ Fd. 1/ 12/ 2021 tanggal 02 Desember 2021;
2.    Sah atau tidaknya penahanan pada tingkat penyidikan yang dilakukan oleh Termohon terhadap Pemohon sebagaimana dalam Surat Perintah Penahanan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Kapuas di Palingkau Nomor: PRINT-259/ O.2.12.8/ Fd.1/ 12/ 2021 Tanggal 09 Desember 2021 Jo. Surat Perpanjangan Penahanan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Kapuas di Palingkau Nomor: SPP.01/ O.2.12.8/ Fd. 1/ 12/ 2021 tanggal 17 Desember 2021;
3.    Sah atau tidaknya penyitaan barang bukti yang dilakukan Termohon sebagaimana dalam Berita Acara Penyitaan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Kuala Kapuas di Palingkau tanggal 3 Desember 2021;

A.    DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
1.    Bahwa Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Amandemen menyebutkan “Negara Indonesia adalah negara hukum” dan Pasal 28 D UUD 1945 Amandemen menyebutkan “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Dengan demikian maka konstitusi telah menjamin hak asasi manusia untuk mempertahankan harkat, martabat dan kedudukannya sebagai manusia di hadapan hukum melalui proses hukum yang berkeadilan dan bermartabat;
2.    Bahwa lembaga praperadilan sebagaimana diatur dalam Bab X bagian kesatu KUHAP dan Bab XII bagian kesatu KUHAP Jo. Bab VIII UU RI Nomor: 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi secara jelas dan tegas menyatakan bahwa lembaga praperadilan dimaksudkan sebagai sarana kontrol atau pengawasan horizontal guna melindungi seseorang dalam pemeriksaan pendahuluan terhadap tindakan-tindakan penyidik serta untuk menguji keabsahan penggunaan kewenangan tersebut sebagai upaya korektif terhadap pelaksanaan kewenangan penyidik dan upaya paksa yang dilaksanakan dalam batasan tertentu apabila dilaksanakan secara sewenang-wenang dengan maksud atau tujuan lain diluar KUHAP;
3.    Bahwa Pasal 1 butir 10 KUHAP Jo. Pasal 77 KUHAP Jo. Pasal 78 KUHAP pada pokoknya mengatur tentang praperadilan sebagai wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus:
a.    Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan/ atau penahanan atas permintaan Tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa Tersangka;
b.    Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
c.    Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh Tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
4.    Bahwa sejak adanya putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor: 21/ PUU-XII/ 2014 tanggal 28 April 2015 maka hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia telah mengakomodir penetapan Tersangka dan juga penyitaan sebagai obyek praperadilan yang pengaturannya diluar ketentuan Pasal 77 KUHAP. Sebab penetapan Tersangka yang dilakukan oleh penyidik secara tidak sah dan bertentangan dengan hukum pastinya akan menimbulkan hak bagi seseorang untuk melakukan upaya hukum berupa pengujian pelaksanaan kewenangan Penyidik tersebut apakah telah cukup berdasarkan hukum ataukah tidak;
5.    Bahwa penetapan Tersangka yang dilakukan oleh penyidik dalam sistem hukum pidana tentunya merupakan akhir dari tahapan yang diawali dari proses penyelidikan sebagai tahapan pendahuluan guna mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 5 KUHAP, yang kemudian ditindaklanjuti dalam tahapan penyidikan untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP;
6.    Bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor: 21/ PUU-XII/ 2014 tanggal 28 April 2015 telah ditentukan norma hukum baru yang berlaku mengikat dalam proses penetapan status seseorang sebagai Tersangka oleh penyidik, yaitu selain adanya bukti permulaan harus pula disertai dengan pemeriksaan terhadap calon tersangka dan bukti permulaan tersebut haruslah ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP. Penetapan status Tersangka yang tidak didasarkan pada minimal 2 (dua) alat bukti dan tanpa terlebih dahulu disertai pemeriksaan terhadap calon tersangka adalah tindakan yang tidak sah dan tidak berdasar hukum yang merupakan bentuk kesewenang-wenangan aparat penegak hukum yang melanggar hak asasi manusia, sehingga untuk menguji tindakan tersebut maka lembaga Praperadilanlah sebagai suatu pranata hukum yang dapat digunakan oleh Tersangka untuk memperoleh keadilan dalam proses penegakan hukum;

B.    ALASAN HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
adl. 1.    Tindakan Termohon Menetapkan Pemohon Sebagai Tersangka Adalah Tindakan Yang Tidak Sah dan Bertentangan Dengan UU RI Nomor: 16 Tahun 2014 tentang Desa Jo. UU RI Nomor: 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan;
1.    Bahwa Pemohon adalah selaku Kepala Desa Dadahup, Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas, Prov. Kalimantan Tengah terhitung sejak Tahun 2017 s/d Tahun 2021 berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kapuas Nomor: 435/ DPMD Tahun 2017 tentang Pemberhentian Pejabat Kepala Desa dan Pengangkatan Kepala Desa Dadahup Hasil Pemilihan Kepala Desa Serentak Kabupaten Kapuas 2017 tanggal 19 Oktober 2017;
2.    Bahwa berdasarkan UU RI Nomor: 6 Tahun 2014 Tentang Desa Jo. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 84 Tahun 2015 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa menyebutkan Kepala Desa adalah pemerintah desa yang melaksanakan urusan pemerintahan desa berdasarkan kewenangan atribusi sebagai perwujudan penghormatan atas otonomi asli untuk mengatur dan mengurus rumah tangga serta pemerintahan desa sendiri secara mandiri;
3.    Bahwa dalam menjalankan pemerintahan desa maka Kepala Desa diberikan kewenangan atribusi oleh UU RI Nomor: 6 Tahun 2014 tentang Desa untuk menetapkan Peraturan Desa dimana kewenangan tersebut telah pula diakui secara tegas dalam sistem hukum Negara sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) UU RI Nomor: 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Jo. UU RI Nomor: 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor: 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
4.    Bahwa Pemohon telah menetapkan Peraturan Desa Nomor: 06 Tahun 2018 tentang Pungutan Desa yang mengatur sumber pendapatan Desa Dadahup yang berasal dari pungutan desa dimana salah satunya biaya pembuatan Surat Pernyataan Tanah (SPT) sebagai berikut:
DAFTAR PUNGUTAN DESA
Lampiran Peraturan Desa Dadahup Nomor: 06 Tahun 2018
NO    JENIS PUNGUTAN    BESARNYA    KETERANGAN
A.    Pungutan Dana Administrasi Terdiri Dari:        
1.    Obyek Reklame Yang Diurus Oleh Desa:        
    a.    Ukuran Besar    Rp. 150.000,-    Perbulan
    b.    Ukuran Kecil    Rp.   50.000,-    Perbulan
2.    Izin Keramaian    Rp.   50.000,-    
3.    Kesaksian Sewa Menyewa/ Kontrak    Rp.          2%,-    Per Kontrak dari nilai kontrak
4.    Kesaksian Gadai Tanah/ Barang Berharga    Rp.         1,5%,-    Dari Nilai Gadai
5.    Kesaksian Jual Beli Rumah/ Tanah    Rp.         1,5%,-    Dari harga jual yang berlaku saat ini

6.    
Pembuatan Surat Pernyataan Tanah    Rp. 750.000,-    Lahan Usaha
        Rp. 500.000,-    Lahan Pekarangan
 7.    Izin Bangunan Rumah    Rp.   50.000,-    
8.    Rekomendasi Bangunan Sarang Burung Walet    Rp. 200.000,-    Disesuaikan
9.    Sewa Bangunan Desa    Rp. 250.000,-    Disesuaikan
10.    Sewa Kursi Plastik Desa    Rp.     2.000,-    Perbuah
11.    Sewa Tenda Desa    Rp. 150.000,-    Maksimal 3 Hari
12.
    Kesaksian Jual Beli Ternak    Rp.   25.000,-    Per ekor
B

    Lain-Lain Kekayaan Milik Desa        
    a.    …………………………….    Rp.    
C

    Pungutan Swadaya Masyarakat        
    a.    …………………………….        
D

    Pungutan-Pungutan Yang Berupa Barang        
    a.    …………………………….        
E
    Pungutan/ Sumbangan Pihak Ketiga        
1.

    Bongkar Muat Kendaraan Roda Empat atau Enam    Rp.    Disesuaikan/ Angkutan Diatur Dengan Keputusan Desa
2.    Usaha Batako-Batako/ Batu Bata    Rp. 250.000,-    Pertahun
5.    Bahwa kewenangan Pemohon dalam menetapkan Peraturan Desa jelas merupakan kewenangan atribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 22 Jo. Pasal 12 ayat (1) UU RI Nomor: 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Oleh karena itu maka dalam pelaksanaan tata kelola pemerintahan desa Pemohon selaku kepala pemerintahan desa tunduk dan terikat pada UU RI Nomor: 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan;
6.    Bahwa dalam pelaksanaan kewenangan atribusi tersebut Pasal 17 dan Pasal 18 UU RI Nomor: 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menyebutkan kategori Badan dan/ atau Pejabat Pemerintahan yang melampaui kewenangannya apabila keputusan dan/ atau tindakan yang dilakukan melampaui jabatan atau batas waktu berlakunya wewenang, melampaui batas wilayah berlakunya wewenang dan/ atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian maka pungutan desa yang dilakukan oleh Pemohon dengan mendasarkan pada Peraturan Desa Dadahup Nomor: 06 Tahun 2018 tentang Pungutan Desa sama sekali tidak melampaui kewenangan atau melampaui batas wilayah wewenangnya dan tidak pula bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
7.    Bahwa sehubungan dengan penyalahgunaan wewenang dalam administrasi pemerintahan maka Pasal 20 UU RI Nomor: 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dengan tegas mengatur pengawasan yang dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) terhadap penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Badan dan/ atau Pejabat Pemerintahan dalam melaksanakan kewenangan atribusi. Ketentuan hukum tersebut jelas tidak membuka ruang untuk diinterpretasikan lain selain dari apa yang telah termaktub dalam hukum administrasi yang juga berlaku bagi Pemohon selaku Kepala Desa;
8.    Bahwa perkara tindak pidana korupsi yang dipersangkakan kepada Pemohon adalah pungutan desa yang didasarkan pada Peraturan Desa Nomor: 06 Tahun 2018 tetang Pungutan Desa, tanggal 17 September 2018. Oleh karena pungutan yang dilakukan Pemohon didasarkan pada kewenangan atribusi maka seharusnya Termohon lebih dahulu memiliki Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sebagai bukti permulaan yang cukup untuk kemudian menentukan apakah perbuatan Pemohon merupakan penyalahgunaan wewenang yang terdapat kesalahan dalam perbuatannya, atau terdapat kesalahan administratif dalam perbuatan ataukah terdapat kesalahan administratif yang menyebabkan kerugian keuangan Negara;
9.    Bahwa keberadaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam sistem kelola administrasi pemerintahan adalah bentuk dari pengawasan terhadap pelaksanaan kewenangan atribusi yang melekat dalam kedudukan Pemohon selaku kepala pemerintahan desa Dadahup. Oleh karenanya secara yuridis terhadap hal-hal yang berkaitan dengan fungsi pelaksanaan tugas dan kewenangan Pemohon tidak dapat serta-merta ditetapkan sebagai Tersangka sebelum Termohon memiliki bukti surat berupa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang dibuat oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) terhadap perbuatan Pemohon;
10.    Bahwa dengan demikian jelas perbuatan Pemohon dalam melakukan pungutan desa adalah perbuatan administratif yang bersumber dari kewenangan atribusi UU RI Nomor: 16 Tahun 2014 tentang Desa. Oleh karenanya perbuatan Pemohon tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana dan penetapan Pemohon sebagai Tersangka sangat bertentangan dengan UU RI Nomor: 16 Tahun 2014 tentang Desa Jo. UU RI Nomor: 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan;

adl. 2.    Penetapan Status Tersangka Terhadap Pemohon Tidak Didasarkan Pada Penyelidikan Sebagai Tahapan Awal Guna Mencari dan Menentukan Peristiwa Dugaan Tindak Pidana Gratifikasi
1.    Bahwa penetapan Tersangka terhadap Pemohon dalam tahap penyidikan haruslah didahului dengan tahapan penyelidikan dari Termohon sebagai tahapan pendahuluan yang didasarkan pada Surat Perintah Penyelidikan beserta dengan Rencana Penyelidikan dari team penyelidik sebagaimana diatur dalam Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: PER-017/ A/ JA/ 07/ 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: PER-039/ A/ JA/ 10/ 2010 tentang Tatakelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus, yang bertujuan mencari dan menemukan peristiwa dugaan tindak pidana gratifikasi yang diduga dilakukan oleh Pemohon sebagaimana dimaksudkan oleh Pasal 1 angka 5 KUHAP;
2.    Bahwa tahapan penyelidikan merupakan tindakan yang sangat menentukan apakah terdapat peristiwa pidana dan apakah perbuatan subjek hukum tersebut bertentangan dengan hukum ataukah perbuatan yang dilakukannya tersebut cukup berdasarkan hukum sehingga diperoleh hasil penyelidikan yang obyektif dan professional guna menentukan apakah dapat ditingkatkan ke proses penyidikan ataukah sebaliknya dinyatakan bukan sebagai peristiwa pidana;
3.    Bahwa dalam tahap penyelidikan tersebut Termohon sama sekali tidak pernah melakukan pemanggilan terhadap diri Pemohon untuk didengar keterangannya dalam klarifikasi, tetapi Termohon langsung melakukan tindakan dalam tahap penyidikan dengan memanggil Pemohon selaku saksi pada tanggal 09 November 2021 sebagaimana dalam Surat Panggilan Saksi Nomor: SP-17/ O.12.2.8/ Fd.1/ 11/ 2021, tanggal 09 November 2021;
4.    Bahwa setelah Pemohon memenuhi Surat Panggilan Saksi sebagaimana dimaksud, kemudian Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka sebagaimana dalam Surat Penetapan Tersangka Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Kapuas di Palingkau Nomor: B-769/ O.2.12.8/ Fd.I/ 12/ 2021 tanggal 02 Desember 2021. Lalu pada tanggal 09 Desember 2021 Pemohon diperiksa dan didengar keterangannya oleh Termohon dalam statusnya sebagai Tersangka sebagaimana yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan Tersangka tanggal 09 Desember 2021;
5.    Bahwa tindakan Termohon yang memeriksa Pemohon sebagai saksi sebagaimana dalam Surat Panggilan Saksi Nomor: SP-17/ O.12.2.8/ Fd.1/ 11/ 2021 tanggal 09 November 2021 jelas merupakan tindakan yang dilakukan dalam tahap penyidikan sebagaimana dapat diketahui dari dasar pemanggilan berupa Surat Perintah Penyidikan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Kapuas di Palingkau Nomor: PRINT-01/ O.2.12.8/ Fd.1/ 11/ 2021 tanggal 08 November 2021. Dengan demikian maka sangat jelas Termohon sama sekali tidak mendahului tindakan penyidikan dengan didahului pada tahapan penyelidikan guna mencari dan menemukan peristiwa dugaan tindak pidananya;
6.    Bahwa tindak pidana gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12 B ayat (1) UU RI Nomor: 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU RI Nomor: 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya, dan subyek hukum pelaku delik gratifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 UU RI Nomor: 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU RI Nomor: 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah Pegawai Negeri Sipil atau Penyelenggara Negara, Hakim dan Advokat;
7.    Bahwa jika dihubungkan dengan peristiwa dan perbuatan Pemohon dalam melakukan pungutan biaya pembuatan Surat Pernyataan Tanah (SPT) di Desa Dadahup terhitung sejak tahun 2018 s/d tahun 2021 seharusnya jika Termohon melaksanakan tahapan penyelidikan secara profesional maka setidaknya akan diperoleh hasil penyelidikan sebagai berikut:
a)    Bahwa Kepala Desa dalam sistem pemerintahan bukanlah Pegawai Negeri Sipil atau Penyelenggara Negara yang menjalankan fungsi legislative, eksekutif atau yudikatif sehingga subyek hukum pelaku delik gratifikasi dalam Pasal 12 UU RI Nomor: 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU RI Nomor: 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak dapat diterapkan kepada Pemohon selaku Kepala Desa;
b)    Bahwa Kepala Desa memiliki tugas pokok dan kewenangan dalam menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat desa, serta berwenang menetapkan peraturan desa sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) huruf d UU RI Nomor: 6 Tahun 2014 tentang Desa;
c)    Bahwa pungutan biaya pembuatan Surat Pernyataan Tanah (SPT) di Desa Dadahup didasarkan pada Peraturan Desa Nomor: 06 Tahun 2018 tentang Pungutan Desa dan pembentukan Peraturan Desa adalah perbuatan administratif yang melekat sebagai kewenangan atribusi Kepala Desa yang diberikan oleh UU RI Nomor: 6 Tahun 2014 tentang Desa, sehingga tidak dapat dipidana;
d)    Bahwa berdasarkan UU RI Nomor: 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan maka terdapat Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang berwenang untuk melakukan pengawasan terkait pelaksanaan kewenangan atribusi dari Badan dan/ atau Pejabat Pemerintah yang akan memutuskan terlebih dahulu apakah perbuatan Badan/ Pejabat Pemerintah terdapat kesalahan, atau terdapat kesalahan administrasi ataukah kesalahan administrasi yang mengakibatkan kerugian keuangan Negara;
8.    Bahwa dengan demikian jelas penyidikan yang dilakukan Termohon sama sekali tidak didahului dengan tahapan penyelidikan yang profesional yang tidak memiliki Rencana Penyelidikan dari team penyelidik untuk mencari dan menemukan peristiwa pidana dengan menyelidiki peristiwa-peristiwa termasuk dasar-dasar hukum perbuatan pungutan desa yang dilakukan Pemohon. Oleh karenanya tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka adalah adalah tindakan yang tidak sah dan tidak berdasarkan hukum dan sangat dipaksakan;

adl. 3.    Penetapan Status Tersangka Terhadap Pemohon Tidak Didasarkan Pada Bukti Permulaan Yang Cukup dan Tanpa Disertai Pemeriksaan Atas Diri Pemohon Selaku Calon Tersangka
1.    Bahwa Pasal 1 angka 2 KUHAP menyebutkan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Kemudian berdasarkan norma hukum yang termuat dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor: 21/ PUU-XII/ 2014 tanggal 28 April 2015 maka penetapan status tersangka yang dilakukan oleh penyidik didasarkan pada bukti permulaan yang cukup yaitu sekurang-kurangnya dengan minimal 2 (dua) alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yang harus pula disertai dengan pemeriksaan terhadap calon tersangka;
2.    Bahwa berdasarkan Surat Pemberitahuan Penyidikan Perkara Tindak Pidana Korupsi Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Kuala Kapuas di Palingkau Nomor: B-770/ O. 2. 12. 8/ Fd. 1/ 12/ 2021 tanggal 02 Desember 2021 yang ditujukan kepada Yth., Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, maka jelas dapat diketahui Termohon menerbitkan Surat Perintah Penyidikan lanjutan pada tanggal yang sama dengan Surat Pemberitahuan Penyidikan tertanggal 02 Desember 2021 sebagaimana dalam Surat Perintah Penyidikan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Kuala Kapuas di Palingkau Nomor: Print-01.a/ O. 2. 12. 8/ Fd. 1/ 12/ 2021 tanggal 02 Desember 2021. Bahwa kemudian pada tanggal yang sama juga pada tanggal 02 Desember 2021 Termohon menetapkan status Pemohon sebagai Tersangka sebagaimana dalam Surat Penetapan Tersangka Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Kapuas di Palingkau Nomor: B-769/ O.2.12.8/ Fd.I/ 12/ 2021 tanggal 02 Desember 2021;
3.    Bahwa dengan tindakan Termohon yang melakukan penyidikan lanjutan serta penetapan Tersangka dalam tanggal yang bersamaan tersebut maka bagaimana mungkin Termohon memiliki cukup waktu untuk melakukan penyidikan dalam mengumpulkan alat bukti yang sah guna kemudian atas dasar minimal 2 (dua) alat bukti tersebut Termohon dapat menentukan tersangkanya;
4.    Bahwa berkaitan dengan penetapan Pemohon sebagai Tersangka pada tingkat penyidikan maka Termohon haruslah terlebih dahulu memiliki alat bukti keterangan saksi dan alat bukti surat berupa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Aparat Pengawasan Intern Pemerintah yang menetapkan perbuatan Pemohon sebagai perbuatan penyalahgunaan wewenang yang terdapat kesalahan hingga merugikan keuangan Negara, termasuk juga alat bukti surat berupa Berita Acara Pemeriksaan Ahli yang memiliki keahlian khusus dalam bidang hukum administrasi pemerintahan dan tata kelola pemerintahan desa sebab perbuatan Pemohon dalam melakukan pungutan biaya pembuatan Surat Pernyataan Tanah (SPT) sejak tahun 2018 s/d tahun 2021 merupakan perbuatan administratif yang dilakukannya dalam menjalankan kewenangan atribusi selaku Kepala Desa. Selain itu juga dalam menentukan apakah kedudukan Pemohon selaku Kepala Desa telah memenuhi subyek hukum pelaku delik gratifikasi sebagaimana dalam Pasal 12 UU RI Nomor: 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU RI Nomor: 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maka haruslah didasarkan pula dengan alat bukti surat berupa Berita Acara Pemeriksaan Ahli hukum pidana terkhusus pada tindak pidana korupsi;
5.    Bahwa berdasarkan uraian singkat perkara yang termuat dalam bagian pertimbangan Surat Perpanjangan Penahanan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Kapuas di Palingkau Nomor: SPP.01/ O.2.12.8/ Fd. 1/ 12/ 2021 tanggal 17 Desember 2021 jelas dapat diketahui pungutan yang dilakukan Pemohon sejak tahun 2018 s/d tahun 2021 memiliki nilai pungutan yang bervariasi dimulai dari Rp. 250. 000,-, Rp. 500. 000,-, Rp. 750. 000,- per/ Surat Pernyataan Tanah (SPT) dengan total penerimaan pungutan sejak tahun 2018 s/d 2021 sebesar Rp. 253. 250. 000,-;. Terkait dengan total penerimaan pungutan tersebut ternyata bukan didasarkan pada hasi audit penghitungan yang sah atau tidak pula didasarkan pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang berwenang melakukan pemeriksaan terhadap penyalahgunaan wewenang Badan dan/ atau Pejabat Pemerintah dalam menjalankan kewenangan atribusinya sebagaimana dalam Pasal 20 ayat (1) Jo. Pasal 4 ayat (1) huruf d UU RI Nomor: 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu juga tindakan Termohon dalam melakukan penyidikan tidak didasarkan pada profesionalitas penyidikan karena telah melakukan generalisasi obyek delik pidana korupsi gratifikasi dengan menyimpulkan sendiri total penerimaan pungutan tanpa didasarkan pada pemeriksaan terhadap seluruh warga masyarakat Desa Dadahup yang telah mengajukan permohonan pembuatan Surat Pernyataan Tanah (SPT) terhitung sejak tahun 2018 s/d tahun 2021;
6.    Bahwa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) adalah bukti permulaan yang sangat relevan yang dapat digunakan sebagai alat bukti dalam menentukan apakah perbuatan Pemohon terdapat kesalahan ataukah kesalahan tersebut terbatas pada kesalahan administrasi saja yang kemudian dapat digunakan oleh Termohon sebagai dasar menetapkan tersangka dalam dugaan tindak pidana yang sedang disidik oleh Termohon. Dengan demikian maka tanpa adanya alat bukti surat berupa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) tersebut maka penetapan Pemohon sebagai Tersangka adalah tindakan yang sangat premature dan bertentangan dengan Pasal 20 ayat (1) Jo. Pasal 4 ayat (1) huruf d UU RI Nomor: 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan;
7.    Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas maka sudah sangat jelas tindakan Termohon dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka tidak didasarkan pada minimal 2 (dua) alat bukti yang sah dan tanpa didahului dengan pemeriksaan Pemohon sebagai calon Tersangka dan sangatlah dipaksakan sehingga tindakan penyidikan yang dilakukan Termohon tersebut sangat tidak bersesuaian dengan maksud dan tujuan penyidikan sebagaimana dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP Jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/ PUU-XII/ 2014 tanggal 28 April 2015 Jo. Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: PER-017/ A/ JA/ 07/ 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: PER-039/ A/ JA/ 10/ 2010 tentang Tatakelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus;

adl. 4.    Penahanan dan Penyitaan Barang Bukti Yang Dilakukan Termohon Tidak Sah dan Bertentangan Dengan Hukum
1.    Bahwa oleh karena tindakan penahanan dan penyitaan barang bukti yang dilakukan Termohon terhadap Pemohon adalah tindakan upaya paksa sebagai tindaklanjut dari ditetapkannya Pemohon sebagai Tersangka dan penetapan Pemohon sebagai Tersangka ternyata tidak didasarkan pada minimal 2 (dua) alat bukti yang sah dan bertentangan dengan hukum, maka Surat Perintah Penyidikan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Kapuas di Palingkau Nomor: PRINT-01/ O.2.12.8/ Fd.I/ 11/ 2021 Tanggal 08 November 2021 dan Nomor: PRINT-01.a/ O.2.12.8./ Fd. 1/ 12/ 2021 tanggal 02 Desember 2021 Jo. Surat Penetapan Tersangka Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Kapuas di Palingkau Nomor: B-769/ O.2.12.8/ Fd.I/ 12/ 2021 tanggal 02 Desember 2021, turut pula menjadi tidak sah;
2.    Bahwa oleh karena itu maka secara mutatis mutandis penahanan dan penyitaan yang dilakukan Termohon sebagaimana dalam Surat Perintah Penahanan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Kapuas di Palingkau Nomor: PRINT-259/ O.2.12.8/ Fd.1/ 12/ 2021 Tanggal 09 Desember 2021 Jo. Surat Perpanjangan Penahanan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Kapuas di Palingkau Nomor: SPP.01/ O.2.12.8/ Fd. 1/ 12/ 2021 tanggal 17 Desember 2021, dan Berita Acara Penyitaan tanggal 3 Desember 2021 turut pula menjadi tidak sah;
3.    Bahwa berdasarkan hal tersebut maka haruslah kepada Termohon diperintahkan untuk membebaskan Pemohon dari dalam tahanan dan mengembalikan barang bukti yang disita secara seketika sejak putusan perkara ini dibacakan dalam persidangan yang terbuka dan dibuka untuk umum;

C.    PERMOHONAN PEMOHON PRAPERADILAN
Berdasarkan alasan-alasan yang telah diuraikan di atas maka dengan segala kerendahan hati Pemohon haturkan permohonan agar kiranya Yang Mulia Hakim tunggal pemeriksa praperadilan ini berkenan memberikan putusan sebagai berikut:
1.    Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
2.    Menyatakan sah dan berharga semua alat bukti termasuk saksi-saksi dan ahli yang diajukan Pemohon dalam perkara ini;
3.    Menyatakan Penetapan Tersangka atas diri Pemohon An. Gunawan Samsi Bin (Alm) Samsi yang dilakukan oleh Termohon sebagaimana dalam Surat Penetapan Tersangka Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Kapuas di Palingkau Nomor: B-769/ O.2.12.8/ Fd.I/ 12/ 2021 tanggal 02 Desember 2021 adalah tidak berdasarkan bukti permulaan yang cukup, tidak sah dan batal demi hukum serta tidak berlaku mengikat;
4.    Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Kapuas di Palingkau Nomor: PRINT-01/ O.2.12.8/ Fd.I/ 11/ 2021 Tanggal 08 November 2021 dan Nomor: PRINT-01.a/ O.2.12.8./ Fd. 1/ 12/ 2021 tanggal 02 Desember 2021 terhadap diri Pemohon An. Gunawan Samsi Bin (Alm) Samsi adalah tidak berdasarkan bukti permulaan yang cukup, tidak sah dan batal demi hukum serta tidak berlaku mengikat;
5.    Menyatakan Surat Perintah Penahanan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Kapuas di Palingkau Nomor: PRINT-259/ O.2.12.8/ Fd.1/ 12/ 2021 Tanggal 09 Desember 2021 Jo. Surat Perpanjangan Penahanan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Kapuas di Palingkau Nomor: SPP.01/ O.2.12.8/ Fd. 1/ 12/ 2021 tanggal 17 Desember 2021 terhadap diri Pemohon An. Gunawan Samsi Bin (Alm) Samsi adalah tidak berdasarkan bukti permulaan yang cukup, tidak sah dan batal demi hukum serta tidak berlaku mengikat;
6.    Memerintahkan kepada Termohon untuk segera mengeluarkan Pemohon An. Gunawan Samsi Bin (Alm) Samsi dari dalam tahanan seketika setelah putusan dalam perkara ini diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum;
7.    Memerintahkan kepada Termohon untuk mengembalikan barang bukti yang disita dari Pemohon secara seketika sejak putusan dalam perkara ini diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum, yaitu berupa:
a)    1 (satu) lembar asli Surat Keterangan Nomor: 255 PEM/ DD/ SK/ XI/ 2018 tanggal 22 November 2018 yang ditandatangani oleh Arbeth kemudian diketahui oleh Guset selaku Kepala Desa Tambak Bajai dan Gunawan selaku Kepala Desa Dadahup;
b)    1 (satu) lembar asli Surat Perjanjian Administrasi SPT tanggal 16 Desember 2018 yang ditandatangani oleh Arbeth diketahui oleh Gunawan selaku Kepala Desa Dadahup dengan disaksikan oleh Supianor, Abdulah dan Indra Lesmana;
c)    1 (satu) bundle asli Peraturan Desa Dadahup Nomor: 06 Tahun 2018 tentang Pungutan Desa tanggal 17 September 2018 beserta lampiran;
d)    1 (satu) bundle asli Berita Acara Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Penyusunan Kewenangan Desa Dadahup, Kecamatan Dadahup Tahun 2018 tanggal 15 Agustus 2018 beserta lampiran;
e)    1 (satu) bundle asli Berita Acara Musyawarah Desa dalam rangka Identifikasi dan Inventarisasi Jenis-jenis Kewenangan Desa Dadahup, Kecamatan Dadahup Tahun 2018 tanggal 15 Agustus 2018 beserta lampiran;
f)    Uang tunai sebesar Rp. 18. 150. 000,- (delapan belas juta seratus lima puluh ribu rupiah) hasil pungutan desa yang diperuntukkan Pendapatan Asli Desa (PAD);
8.    Menghukum Termohon untuk membayar semua biaya perkara;

Atau: Mohon Putusan yang seadil-adilnya sebagaimana dalam peradilan yang baik.

Demikian permohonan praperadilan ini dibuat untuk dan atas nama Pemohon dalam memperoleh keadilan melalui Yth., Ketua Pengadilan Negeri Kuala Kapuas. Atas perhatiannya kami uacapkan terimakasih

 

Pihak Dipublikasikan Ya